Contoh Cerpen

By : Dafrrila Sandri




Contoh Cerpen :
Dunia Baru Sahabatku

Namaku Celia, aku memiliki seorang sahabat bernama Nala, kami biasa pergi bersama berdua, menonton, jalan-jalan, bersenda gurau sambil duduk di resto pinggir jalan. Masa remaja kami begitu indah, dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan santai yang tidak membutuhkan beban. Beban? Apa itu beban, hidup kami begitu bahagia, bahkan tiada hari tanpa bersenang-senang bersama.
Waktu terus berjalan, tidak terasa usia remaja itu pun mulai berganti dengan sebuah usia yang kata orang sudah memasuki usia dewasa awal. Aku tidak peduli, aku masih merasa bebas, pergi kemanapun tidak ada yang melarang, juga melakukan kegiatan-kegiatan yang aku sukai di luar kuliah tidak ada yang mengekang. Hidup ku bebas, sebebas burung elang di cakrawala sana.
Pada suatu hari aku berjanji dengan sahabatku itu untuk bertemu di tempat favorit kami. Kami berdua sama-sama menyenangi pantai dan laut, walaupun tidak sering, tapi setidaknya sebulan sekali kami pergi ke pantai. Pantai itu berpasir putih dengan diiringi ombak yang bersuara merdu, kami biasa berjalan menyusuri tepi pantai sambil bercakap-cakap membunuh waktu.
Setelah puas berjalan-jalan, kami duduk di tepi pantai, hari ini tidak seperti biasa, nala agak pendiam, ia menjadi begitu serius. Ya, akhir-akhir ini ia memang sedikit mengalami perubahan. Nala yang sekarang tidak seperti nala yang dulu, biasanya ia selalu meluangkan waktu untukku, tapi sekarang ia menjadi sulit ditemui. Kami berdua duduk di tepi pantai, lama sekali kami duduk dalam diam, sampai akhirnya nala memecahkan keheningan. Nala berkata bahwa ia akan mengambil suatu keputusan penting dalam hidupnya. Ia pun mengatakan bahwa aku adalah orang pertama yang tahu kabar gembira ini. Nala dilamar oleh seorang pria yang belum lama menjalin hubungan dengannya.
Aku terkesiap menatap nala seakan tidak percaya.
Nala bersiap untuk memasuki suatu dunia yang baru. Aku ingin menariknya dari dunia tersebut dan memperingatkannya akan kejamnya dunia itu. Tapi ia tetap dengan langkah yang berani menuju ke dunia barunya. Langkah pertamanya adalah langkah yang sulit dan membingungkan, ia menimbang-nimbang cukup lama, mungkin masih ada gejolak dalam hatinya yang menahannya untuk melangkah. Aku diam, aku mengerti perasaannya. Aku berada tepat di belakangnya bersiap untuk mengulurkan tanganku kapan saja, kalau sewaktu-waktu ia ingin kembali, namun aku pun akan tetap berada disisinya menghormati setiap keputusannya untuk melangkah menuju dunia baru itu.
“Lalu bagaimana jawabanmu nala?”
Dengan sikap pasti nala mengatakan, “ya, aku menerima lamarannya, dan dalam waktu dekat kami akan segera menikah.”
“kamu mau kan cel menjadi pengiringku nanti?” nala mengatakan dengan sorot matanya yang teduh, sorot mata seorang sahabat yang ingin membagi kebahagian dengan sahabatnya.
Aku terdiam menatap nala. Ada rasa tidak percaya dengan apa yang sudah kudengar, namun aku berusaha menutupi rasa terkejutku kepadanya.
Tidak ada lagi kata yang bisa kuucapkan. “tentu saja nala…” nada suara ku bergetar. Ada keharuan disana.

Kami menghabiskan hari itu dengan mengobrol bersama, kami kembali ke masa-masa silam, bercerita tentang kenangan-kenangan saat sekolah, tentang segala impian kami, tentang segala kenakalan kami, juga tentang rencana-rencana masa depan yang sempat kami susun bersama. Dan tidak terasa… sudah banyak hal yang kami lewati bersama. Nala mengatakan bahwa salah satu rencana masa depannya akhirnya akan segera terwujud. Ya, menikah adalah salah satu rencana masa depan nala, ia menginginkan memiliki sebuah keluarga dan hidup bahagia bersama suami dan anak-anaknya kelak.
Aku ikut senang dengan kegembiraan nala, akan tetapi… aku ingin mengatakan kepadanya kemungkinan tentang rencana-rencana yang mungkin saja tidak berjalan seperti yang ia harapkan.
Aku ingin mengatakan kepadanya tentang waktu yang mungkin tidak bisa ia hambur-hamburkan seperti biasa, mungkin tidak ada lagi jalan-jalan di waktu senggang, liburan dadakan, atau melanglang buana ke tempat-tempat yang jauh, acara menginap bersama pun mungkin tak akan lagi bisa kita lakukan.
Aku juga ingin mengatakan kepadanya tentang kemungkinan ia harus menata ulang kembali jadwalnya yang selama ini berantakan, tidak boleh bangun kesiangan lagi, kau tahu? Kau harus lebih teratur dalam semua hal mulai dari sekarang, karena kau sudah merencanakan untuk membuat komitmen. Sebuah komitmen penting yang perlu perencanaan matang. Bagaimana? Apakah kau sudah siap untuk urusan-urusan kecil, seperti menyiapkan keperluan rumah tangga, membeli kebutuhan dapur, menyiapkannya, serta mengaturnya sedemikian rupa, karena tidak ada lagi yang namanya “minta tolong mama” atau “minta tolong papa” karena kau harus mengatur bersama pasanganmu.
Aku ingin mengatakan padanya bahwa sulitnya untuk menyatukan dua karakter yang berbeda, dua kepala yang berbeda bila berada dalam satu atap mungkin akan terjadi perselisihan, namun itu adalah hal yang wajar terjadi, mari belajar menahan ego, menyelesaikan setiap konflik yang terjadi dengan berkomunikasi yang baik. Dalam hal ini aku ingin mengatakan kepadamu, perbedaan-perbedaan yang terjadi jangan dijadikan sebagai ukuran untuk mecari kecocokan, karena kecocokan tidak hanya dilihat dari persamaan, perbedaan justru akan membuat kalian belajar untuk menerima pasangan dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya, percayalah.

Aku melihat perubahan nala dari waktu ke waktu. Aku melihatmu mulai sibuk dengan kegiatan barumu, kamu tidak sungkan lagi untuk berkenalan dengan kompor, wajan, dan panci, bahkan kamu mencari resep-resep masakan di majalah dan internet, karena kamu mengatakan ingin belajar memasak, kamu ingin memperkaya dirimu dengan bidang yang satu ini agar kelak kamu bisa memasak makanan yang lezat untuk suami dan anakmu. Alhasil, walaupun kamu gagal di saat-saat pertama belajar, namun itu tidak membuatmu pantang menyerah, kamu tetap mengulang dan mengulangnya lagi sampai terbiasa. Aku lihat kamu mulai mencintai kegiatanmu ini. Aku bangga melihatmu.
Kamu sudah memilihnya dan itu bukan suatu keputusan yang mudah membuat komitmen hidup bersama seseorang untuk waktu yang tidak bisa di tentukan, pasti akan banyak yang terjadi. Tenanglah sahabatku, kegembiraan, kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan mungkin akan menjadi bagian dalam perjalananmu, tapi aku yakin kamu pasti bisa mengatasinya, karena aku mengenalmu lebih dari yang kamu tahu, dan aku tahu jika kamu sudah memilih suatu jalan, maka kamu akan berusaha sebaik mungkin untuk bertanggung jawab atas pilihanmu.
Hari ini aku menyaksikan sahabatku melangkah dengan pasti, langkah pertamanya, merupakan perwujudan dari segala keyakinannya selama ini, aku bangga akan keteguhan hatinya, namun jangan lupa sahabatku kalau aku sudah pernah memperingatkanmu untuk tidak mengambil jalan itu. Setiap orang percaya bahwa setiap wanita mengidamkan jalan itu, tapi bagiku terlalu cepat untuk mu sahabatku, apakah kamu sudah siap dengan segala resiko-resiko yang akan terjadi pada dirimu kelak? Hei, pernahkah aku mengatakan padamu kalau kau wanita yang berani? Ya, kau adalah wanita yang berani mengambil resiko tersebut.
Akhirnya, kamu akan hidup dengan dunia barumu, sebenarnya aku ingin memperingatkan lagi kepadamu banyak hal, tetapi biarlah kamu memahaminya, menjalaninya seiring berjalannya waktu. Menjadi seorang istri, oh, sahabatku ini akan menjadi seorang istri, ia akan mencapai suatu kehidupan wanita yang baru. Tidak butuh waktu lama untukmu melangkahi kotak-kotak selanjutnya yang berada di depanmu. Aku tetap memperhatikanmu dengan seksama, menjagamu dari tempat yang aman agar aku dapat mengulurkan tanganku kalau kamu terjatuh.
Saat itu tiba, saat dimana kamu menyatukan janji suci antara kamu dan seorang laki-laki yang kau pilih untuk menjadi pasangan hidupmu. Aku tetap berada di tempatku, menjadi seorang sahabat yang akan menggenggam tanganmu, mengusap tetes air matamu, memelukmu, dan berkata “hari ini pun akhirnya tiba, selamat memasuki dunia yang baru sahabatku.”




Sepucuk Surat Dari Masa Lalu


Sebuah kamar yang penuh kenangan sangat sayang rasanya bila di tinggalkan begitu saja. Apalagi jika di dalamnya terdapat barang-barang yang memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi hidup kita. Seolah menghiraukan keringat yang telah membasahi tubuhnya dengan sigap Andi terus merapikan barang-barang yang berada di kamarnya. Satu persatu benda-benda itu di pisahkannya. Satu persatu ia tumpuk buku-buku sekolahnya yang telah usang itu. Satu persatu ia bongkar benda-benda di dalam kotak untuk dia masukkan ke dalam kotak yang baru. Senyum di wajahnya terus mengiringinya saat ia mulai membersihkan koleksi mainan miliiknya dulu, seolah-olah ia sedang bernostalgia dengan masa lalu.
Gerakannya terhenti. Bola matanya mulai fokus melihat sebuah kertas yang terselip di antara buku-buku yang sudah ia tumpuk rapih. Mulai ia dekati dan ia ambil dengan perlahan kertas yang sudah terlipat-lipat tak karuan itu. Andi mulai membukanya dan ia mulai membacanya. Tiap huruf tak pernah terlewat oleh matanya. Tiap kalimat selalu ia baca dengan detail. Belum selesai ia membaca tawanya sudah pecah. Ingatan di masa lalunya kembali muncul. Ternyata itu adalah surat yang ia terima dari seorang gadis kecil yang pernah menghiasi hatinya. Seorang gadis kecil yang pernah menjalani cinta monyet dengannya.
Kala itu Andi masih duduk di kelas 5 SD. Hatinya pertama kali dicuri oleh seorang gadis kecil yang masih duduk di kelas 4 SD. Gadis kecil itu bernama Yuni yang tak lain adalah tetangganya sendiri. Selain itu Yuni juga teman main dari Andi. Tapi ada satu hal yang tak pernah ia suka dari Yuni. Bukan karena Yuni yang masih suka mengompol atau masih suka menangis ketika terjatuh tapi hal yang tak disukai oleh Andi adalah Ayah Yuni yang super galak itu. Ayah Yuni memang terkenal galaknya terutama pada anak-anak yang sangat berisik ketika bermain di depan rumah Yuni. Ayahnya juga pernah merobek bola milik Andi dengan sebilah pisau kala itu. Itu karena Andi yang tak sengaja menendang bola hingga masuk ke dalam rumah Yuni sehingga menyulut kemarahan Ayah Yuni yang berujung pada pembedahan bola milik Andi. Mulai saat itu Andi tak begitu suka jika bertemu dengan Ayah Yuni. Menurutnya Ayah Yuni hanyalah seorang Haji yang terlewat galak pada anak-anak.
Andi membuat surat yang tak lain adalah surat cinta untuk Yuni. Andi mengirimnya bukan melalui kantor pos atau biro jasa melainkan kebaikan hati seorang teman yang mau memberikan suratnya langsung ke Yuni. Andi menunggu balasan surat cintanya dengan gelisah dan dengan harapan agar jangan sampai ketahuan Ayahnya. Namun istilah “Pucuk di cinta ulam pun tiba” nampaknya tak berlaku kali ini. Surat yang dinanti tak kunjung datang. Ternyata Yuni tak merespon sama sekali. Namun Andi tak menyerah, segala upaya terus ia lakukan. Dari yang selalu menggoda Yuni saat bermain bersama hingga mengatakan “I love you” pada Yuni secara langsung. Semua itu ia lakukan tanpa rasa malu sedikitpun.
Surat yang dinanti pun tiba. Saat itu seorang teman mendatangi Andi dan memberikan sebuah surat yang tak lain dari Yuni. Andi yang kala itu belum tahu rasanya patah hati melompat kegirangan sambil mencium-ciumi surat yang telah ia pegang. Ia pun masuk ke kamarnya dan mulai membaca isi surat tersebut. Bukannya membuat Andi makin girang malah membuat keceriaan hilang seketika dari wajah Andi kala itu. Ternyata Andi harus menahan rasa kecewa karena cintanya di tolak oleh Yuni. Andi sedih tak karuan. Raut wajahnya mengisyaratkan kekecewaan. Tapi ia teringat oleh nasihat sang Ibu jika cinta yang ia rasakan saat ini hanyalah cinta monyet. Cinta yang tak sejati dan hanya bersifat sementara.
Benar saja, dengan mudah Andi melupakan kekecewaan dan rasa sakit hatinya itu hingga Andi sudah duduk di kelas 1 SMP. Roda terus berputar begitupun kehidupan. Seolah Tuhan memberikan isyarat akan kuasanya. Yuni yang dulu sempat menolak cinta Andi kini malah mengejar-ngejar Andi. Yuni pun menyatakan cintanya langsung ke Andi. Bukannya Menerima, Andi malah menolak cinta Yuni. Bukan karena dendam melainkan Andi sudah menemukan tambatan hati yang baru. Mereka pun tak pernah saling sapa lagi kala itu hingga Andi sudah duduk di kelas 1 SMA.
“Andi.. Andi..” Terdengar suara yang memanggil nama Andi dari bawah. “Iya. Aku di kamar!” Teriak andi sambil melipat rapih surat yang ia baca tadi. “Kamu lagi beres-beres kamar?” Ucap Yuni yang saat itu sudah berada di depan kamar Andi. “Iya. Eh sini deh! Aku mau ngasih liat kamu sesuatu.” Ucap andi sambil memperlihatkan kertas yang ia baca tadi. “Apa ini?” tanya Yuni. “Baca aja dulu.” Perintah Andi dengan sedikit memaksa. Yuni pun mulai membacanya. Wajah Yuni seketika berubah merah di temani oleh sebuah senyuman yang terlihat jelas di wajahnya. Tawapun seketika pecah dari Yuni. Andi pun ikut tertawa seolah tak mau ketinggalan merasakan kebahagiaan saat itu. Kebahagiaan tumpah menjadi satu di kamar Andi. Nostalgia akan memori di masa lalu ikut menghadirkan keceriaan bagi mereka berdua. Sepucuk surat dari masa lalu yang mampu membangun kembali sebuah ingatan akan masa lalu bagi Andi dan Yuni. Dua insan Tuhan yang kini telah dipersatukan dalam sebuah ikatan yang abadi. Siapa sangka seseorang yang dulu hanyalah sebagai penghias dari cinta monyetnya kini telah menjadi pelengkap sebagai cinta sejatinya. Sungguh hanya kuasa Tuhanlah yang mampu membuat semua ini terjadi. Karena jodoh adalah salah satu misteri ilahi dan rahasia langit yang tak pernah kita ketahui sebelum kita benar-benar dipersatukan dalam satu ikatan suci dengannya. Yaitu sebuah pernikahan.




BELIAU ITU IBU KU


                  Namaku Zee. Aku adalah anak tunggal. Aku sendiri adalah seorang pelajar SMA di Jakarta. Ayahku sudah 2 tahun meninggal, disebabkan oleh serangan jantung. Saat ini aku hanya tinggal bersama ibu. Ibuku adalah seorang pedagang sayuran. Setiap hari ibu menjual dagangannya ke sekitar rumah kami, terkadang ibu menjual ke luar dari daerah tempat kami tinggal. Ibu berjuang demi mencukupi keuangan untuk kami berdua. Semenjak kepergian ayah, aku dan ibu sama-sama berjuang untuk hidup.
Pagi ini aku akan berangkat ke sekolah sedangkan ibu akan berjualan. Aku dan ibu berjalan bersama menuju ke depan gang.
Setelah sampai di gang…
Aku: “ibu, aku berangkat ke sekolah dulu ya. Ibu hati-hati di jalan” ucapku sambil cium tangan ibu
Ibu: “iya nak. Kamu juga hati-hati di jalan. Tengok kanan-kiri apabila akan menyebrang” ibu mengelus kepala Zee
Aku: “iya ibuku sayang” aku tersenyum
Ibu: “ya sudah. Sekarang kamu berangkat, nanti telat kalau kelamaan” ucap ibu
Aku pergi meninggalkan ibu. Dan ibu sendiri akan berjalan membawa gerobak dagangannya menuju ke sekolah SD. Di sana ibu-ibu sudah ramai untuk menanti kedatangan ibuku. Ya, mereka adalah langganan ibuku. Mereka percaya dengan dagangan ibuku. Selain sayurannya segar, ibuku juga ramah dalam melayani.

Aku yang sudah sampai di sekolah langsung menuju ke kelas. Di dalam kelas aku sedang menunggu guru. Tepat pukul 07:00 Wib, guru kami barulah datang. Dan langsung saja memberi bahan mata pelajaran hari ini.
1 jam sudah pelajaran, waktunya untuk istirahat. Kalau istirahat, aku dan teman-teman ke luar sekolah. Saat aku sedang membeli makanan, tanpa disengaja aku melihat ibuku sedang berjualan. Aku tak menyangka kalau ibu ada di depan sekolahku. Aku yang sudah melihat ibu, lalu berlari menuju ke arahnya. Aku tidaklah malu dengan pekerjaan ibuku. Karena bagiku apabila halal kenapa tidak?

Setelah aku berlari menghampirinya, aku lalu memanggil ibu
Aku: “ibu…!” teriak aku memanggil ibu
Ibu: “Zee, kamu ngapain ke sini. Bukannya kamu sedang sekolah?” tanya ibu yang sedang melayani pembeli
Aku: “aku sedang istirahat. Aku tidak sengaja melihat ibu. Aku ingin membantu ibu berjualan” ucapku sambil membantu
Ibu: “ibu bisa sendiri nak. Sudah kamu kembali ke sekolah” pinta ibu yang melarangku untuk membantunya
Aku: “tapi bu…? aku ingin membantu ibu. Aku tidak ingin ibu lelah” aku memohon kepadanya
Ibu: “tidak usah. Ibu bisa sendiri. Sekarang waktunya kamu untuk menuntut ilmu. Sudah sekarang kamu kembali ke sekolah” ibu menyuruhku untuk kembali
Aku: “iya bu… kalau ada apa-apa, ibu panggil saja aku di sekolah” aku salaman sama ibu
Ibu: “insya allah tidak ada apa-apa” ucap ibu meyakinkan

Aku lalu pergi meninggalkan ibu dan menuju ke sekolah. Di dalam sekolah, teman-temanku sudah menungguku. Saat aku dan teman-teman akan ke kelas, salah satu temanku menanyakan soal perempuan tua yang aku hampiri tadi.
Azel: “Zee, ibu-ibu yang berjualan sayuran tadi siapa? kamu kenal dengannya sehingga kamu membantunya?” Azel penasaran
Aku: “oh, ibu tadi adalah ibuku. Dia berjualan sayuran setiap pagi untuk membiayai aku sekolah” jawabku santai tanpa ada rasa malu
Azel: “oh, ibu kamu. Tetapi apa kamu tidak malu?” tanyanya yang penasaran lagi
Aku: “untuk apa malu. Dia itu orang yang melahirkan aku. Aku tidak malu dengan pekerjaannya. Menurutku, kalau pekerjaan itu halal, kenapa tidak? coba deh kamu pikir” jawabku yang menjelaskan
Azel: *berpikir sejenak dengan ucapanku. “iya ya.. kenapa kita harus malu. Seharusnya kita membantu. Benar juga kamu Zee. Selama ini aku hanya mengamburkan uang orangtuaku dan aku tidak pernah menghargai pekerjaan mereka. Aku malu Zee dengan sikapku ini. *memeluk Zee. ” terima kasih ya Zee. Kamu sudah mengajariku tentang menghargai seorang ibu
Aku: *mengelus punggung Azel. “iya Azel sama-sama” ucap ku

Aku dan Azel kembali menuju ke dalam kelas. Di dalam kelas aku dan Azel masih membicarakan tentang kehidupan kami.
Note: Janganlah kita malu dengan wajah, tubuh dan pekerjaan seorang ibu. Ibu adalah seorang wanita yang telah berjuang melahirkan kita, antara hidup dan mati. Ibu juga banyak mengajarkan kita tentang kehidupan. Ibu juga yang tertatih-tatih membimbing kita. Hargailah seorang ibu sebagaimana kita menghargai diri kita sendiri. Bersyukurlah kita karena masih ada ibu yang mau membimbing kita. Mingkin tanpanya kita tak ada.
 MAAFKAN AKU BUNDA Aku berada di sebuah taman hijau yang indah dipenuhi dengan bunga-bunga merah yang bermekaran, di tengahnya ada kolam air bundar yang penuh dengan susu coklat yang sangat menggiurkan, di samping kolam itu ku temukan pantai dengan air yang biru, aku berlari menuju pantai dan masuk ke dalam airnya, “begitu sejuknya air ini” ucapku. Tapi aku berenang terlalu jauh dan aku mulai lelah, tiba-tiba tanganku tak lagi bisa ku gerakkan begitu juga dengan kakiku. Aku kehilangan kemampuanku untuk berenang. Perlahan tubuhku masuk ke dalam air yang begitu dalam aku berusaha minta tolong tapi tak seorangpun yang ada di sekitarku. Aku bingung, aku melonjak-lonjakan kakiku berusaha berenang tapi aku tak bisa. Aku mulai kehabisan napas, mulut dan hidungku penuh dengan air. “Tuhan bantu aku” aku berdoa dalam hati.
Tiba-tiba…
Byuuurrr. Seember air menyiram mukaku…
“Liat jam tuh, mau libur kamu sekolahnya hari ini, kalau masalah bangunin kamu kalau gak kayak gini gak akan berguna” ucap Bundaku marah.
“Iya bun, bentar lagii!” jawabku.
“Liat jam tuh, mau dihukum sama Pak Joe lagi”
Dengan mata yang masih ngantuk aku menatap jam di dinding kamarku.
“HAH, udah jam delapan?”
Aku bergegas menuju kamar mandi. Dengan sabarnya Bundaku menyiapkan buku dan seragam sekolahku.
Selesai mandi aku segera bersiap, tanpa mencium tangan bundaku aku berangkat menuju sekolah.
“Jangan lupa makan Naa, uang jajan kamu udah bunda tambah buat kamu makan di sekolah!” ucap Bundaku dari jauh.
“Iyaa bun” Jawabku.

Sesampainya di sekolah, guru ekonomi yang paling tidak pengertian menurutku sudah berada di dalam ruangan. Dengan sedikit omelan aku diperbolehkan untuk mengikuti pelajaranku hari ini.
“Anak-anak sekarang kumpulkan buku kalian” ucapnya.
Aku membuka tas ranselku dan mencari buku Pr Ekonomi ku, tak ku temukan buku itu dimanapun. “Pasti bunda lupa sama buku Pr-ku, ini nih susahnya punya Bunda gak sekolah” gumamku marah. Aku kesal karena Bundaku lupa dengan Pr yang sudah susah-susah aku kerjakan.
Aku minta izin keluar dan segera menelpon bundaku.
“Iyaa Naa, ada apa?” Jawab Bundaku di ujung telpon.
“Bunda lupa sama Pr Naa yaa, bunda gak tahu sih tadi malam Naa begadang buat ngerjain Pr itu, kalau sekarang gak dikasihin sama Bu Guru, Naa gak dapat nilai trus gak naik kelas kalau sampai Naa gak naik kelas itu gara-gara Bunda ya, kalau tau bakalan kayak gini mending Naa gak masuk aja dari tadi, atau sekalian Pr-nya gak Naa kerjaiin, Bunda sengaja ya mau bikin Naa gak naik kelas biar kita sama, Naa gak mau sama kaya Bunda. Naa mau pintar gak mau bodoh kayak Bunda, aku gak mau punya anak tanpa ayah sama kayak bunda”
“Naa, bunda minta maa…”
Tuuuttt… tuuuttt… Aku menutup telponnya setelah puas melimpahkan kekesalanku dengan Bundaku. Aku tak peduli bagaimana dengan keadaan bundaku di rumah.

Hari itu aku tidak masuk kelas lagi, aku bolos dengan beberapa temanku. Kami pergi ke pantai dekat dengan sekolahku. Kami di pantai sampai sore, malam ini aku juga tidak pulang ke rumah aku menginap di rumah temanku. HPku ku matikan agar tak ada gangguan dari siapapun.
Esoknya aku pulang ke rumahku dengan perasaan puas karena telah melampiaskan kekesalanku kepada bundaku. Sesampainya aku di rumah aku berharap bundaku akan meminta maaf kepadaku.
Namun apa yang aku dapatkan sangat berbeda sekali dengan apa yang aku harapkan. Entah mengapa banyak orang yang berada di rumahku. Aku bingung namun aku tetap masuk ke rumahku. Pandangan semua orang menuju kepadaku, ada apa gerangan pikirku.
“dari mana saja kamu!” Tanya pamanku padaku.
“Suka-suka aku dong, kaki aku ini, ngapain kalian di rumahku, pulang sana!” jawabku marah.
“KAMUUU!” jawab pamanku lagi sambil mengepalkan tangaannya.
“Yandi, sudah! dia masih anak-anak” sebuah suara lirih menyehut dari dalam kamar Bundaku. Aku menjulurkan lidahku memperolok pamanku.

Aku masuk ke kamar bundaku, aku berharap bundaku akan meminta maaf karena telah membuatku ketinggalan Pr-ku. Namun tak ku temui bundaku di kamar itu yang ada hanya Nenek-ku dan beliau menyerahkan sebuah surat padaku.
“Ibumu pergi Naa, sebaiknya kamu baca surat darinya” ucap nenekku sambil membelai lembut rambutku.

Dear anakku yang ku sayangi..
Maaf Naa, bunda gak bisa jadi bunda yang baik buat kamu. bunda juga minta maaf gara-gara bunda Pr Naa telat dikumpulnya.. bunda sudah antar Pr Naa ke sekolah, bunda juga sudah ngomong sama Guru Ekonomi Naa, dan dia mau nerima Pr Naa. Bunda nyesaalll banget Naa, gara-gara bunda juga Naa jadi dimarahin sama bu Guru coba Bunda bangunin Naa lebih pagi..? masalah Naa gak punya ayah itu gak bener Naa, ini Bunda pergi ke Semarang buat jemput ayah Naa. Nanti bunda kenalin sama ayah kalau Naa sudah gede. Mungkin Naa bisa mengerti kenapa bunda gak pernah ngasih tau Naa tentang ayah Naa. Bunda sudah nitipin Naa sama nenek, makanan buat seminggu ke depan juga sudah bunda siapin. Baik-baik sama nenek yaa Naa! Bunda sayaaanggg Naa..
Ciuman sayang dari bundamu ..:*

“Emang ayah Naa kenapa nek koq bunda gak pernah ngasih tau Naa” tanyaku perlahan pada nenekku.
“Ayah Naa sakit makanya dirawat di rumah sakit” jawab nenekku.
“Trus kok di rumah rame nek, mau nyambut kepulangan ayah yaa..”
“Nanti Naa juga tau” jawab nenekku singkat.
Malam ini aku tak bisa tidur nyenyak aku mengingat bundaku. Aku tidur ditemani nenekku.
“Naa, Naa sayang gak sama bundanya?” Tanya nenekku.
“Gak nek soalnya bunda gak pernah ngasih tau Naa siapa ayah Naa, Naa kan malu diejek sama teman-teman” jawabku.
“Naa mau nenek ceritain gak tentang ayah Naa?”
“Mau nek..” jawabku mantaapp.
“Ayah Naa itu seorang pelaut makanya ayah Naa jarang pulang, ayah Naa mengemudikan sebuah kapal besar. Ayah Naa sering keluar negeri”
“Artinya ayah pernah ke Eropa dong Nek” sahutku dengan penuh kekaguman.
“Iya Naa, ayah Naa juga sudah keliling Dunia, ayah Naa lelaki yang sangat hebat”
“Trus kenapa ayah gak pernah nengok Naa nek”
“Mungkin Naa udah lupa ayah Naa sering gendong Naa waktu Naa kecil”
“Trus kenapa ayah sekarang gak pernah nemuin Naa lagi nek?”
“Naa, semua hal gak selalu berjalan baik, suatu hari kapal ayah Naa dihantam badai besar dan ayah Naa menghilang ditelan lautan, sampai kemarin ada yang nelpon Bunda Naa katanya ayah Naa ditemukan di daerah Semarang, ayah Naa hilang ingatan sehingga harus dijemput, Bunda Naa langsung pergi jemput ayah Naa kesana,”
“trus kenapa di rumah ada tahlilan nek?”
“Untuk itu Naa harus sabaaarr ya sayang”

Aku berlari menuju nisan Bundaku. Aku menangis sejadi-jadinya di depan nisan itu berkali-kali ku ciumi benda putih itu tanpa bisa berkata apa-apa. Kata-kata nenekku malam masih membekas di hatiku. Nenekku juga menitipkan sebuah buku harian Bundaku kepadaku. “Bundamu kecelakaan sepulangnya dari mengantarkan Pr mu ke sekolah Naa, karena bundamu harus lekas ke bandara untuk pergi menyempatkan pesawat yang dipesannya, karena tergesa-gesa mobil bundamu menabrak tiang listrik, sehingga menyebabkan pendarahan yang sangat hebat di kepalanya”
“kenapa gak nunggu Naa nek?” jawabku terisak.
“Naa ditunggu beberapa jam gak datang, dihubungin gak aktif, trus ke sekolah gak masuk sedangkan darah yang mengalir di kepala bundamu gak berhenti makanya kami dari pihak keluarga memutuskan untuk memakamkannya segera, maafkan nenek Naa”
Cerita itu masih membekas di kepalaku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan malam itu.
“Ini Naa nenek menemukan diary ini di lemari bundamu”
Aku buka lembar diary itu satu persatu dan aku menemukan jawaban semua pertanyaanku.

Aku kecewa kenapa anakku sendiri harus begitu marahnya padaku. Aku gak memberitahu siapa ayahnya karena aku takut dia malu karena ayahnya seorang yang terkena gangguan jiwa. Aku takut dia malu, biarlah aku yang menanguung sakit hati ini asalkan dia bisa tersenyum sepanjang hari, itu sudah cukup mengobati sakit hatiku…
Hari ini aku bersikap tegas terhadap Naa, bukan karena aku tak sayang padanya tapi aku ingin dia lebih dewasa dalam menjalani hidupnyya, aku ingin dia lebih teratur lagi…
Cukuplah aku yang kecewa karena tak mendapatkan apa yang aku inginkan asalkan Naa mendapatkan semuanya.
Ku peluk buku kecil itu namun itu tak bisa menggantikan Bundaku yang teramat hebat. 17 tahun aku membenci Bundaku, namun seumur hidupku harus ku relakan untuk menyesali kebencianku kepadanya. Yaa, aku sangat menyesali apa yang telah aku lakukan dulu sampai saat ini dan itu karena aku kehilangannya.





 MAAFKAN AKU BUNDA
 

Aku berada di sebuah taman hijau yang indah dipenuhi dengan bunga-bunga merah yang bermekaran, di tengahnya ada kolam air bundar yang penuh dengan susu coklat yang sangat menggiurkan, di samping kolam itu ku temukan pantai dengan air yang biru, aku berlari menuju pantai dan masuk ke dalam airnya, “begitu sejuknya air ini” ucapku. Tapi aku berenang terlalu jauh dan aku mulai lelah, tiba-tiba tanganku tak lagi bisa ku gerakkan begitu juga dengan kakiku. Aku kehilangan kemampuanku untuk berenang. Perlahan tubuhku masuk ke dalam air yang begitu dalam aku berusaha minta tolong tapi tak seorangpun yang ada di sekitarku. Aku bingung, aku melonjak-lonjakan kakiku berusaha berenang tapi aku tak bisa. Aku mulai kehabisan napas, mulut dan hidungku penuh dengan air. “Tuhan bantu aku” aku berdoa dalam hati.
Tiba-tiba…
Byuuurrr. Seember air menyiram mukaku…
“Liat jam tuh, mau libur kamu sekolahnya hari ini, kalau masalah bangunin kamu kalau gak kayak gini gak akan berguna” ucap Bundaku marah.
“Iya bun, bentar lagii!” jawabku.
“Liat jam tuh, mau dihukum sama Pak Joe lagi”
Dengan mata yang masih ngantuk aku menatap jam di dinding kamarku.
“HAH, udah jam delapan?”
Aku bergegas menuju kamar mandi. Dengan sabarnya Bundaku menyiapkan buku dan seragam sekolahku.
Selesai mandi aku segera bersiap, tanpa mencium tangan bundaku aku berangkat menuju sekolah.
“Jangan lupa makan Naa, uang jajan kamu udah bunda tambah buat kamu makan di sekolah!” ucap Bundaku dari jauh.
“Iyaa bun” Jawabku.

Sesampainya di sekolah, guru ekonomi yang paling tidak pengertian menurutku sudah berada di dalam ruangan. Dengan sedikit omelan aku diperbolehkan untuk mengikuti pelajaranku hari ini.
“Anak-anak sekarang kumpulkan buku kalian” ucapnya.
Aku membuka tas ranselku dan mencari buku Pr Ekonomi ku, tak ku temukan buku itu dimanapun. “Pasti bunda lupa sama buku Pr-ku, ini nih susahnya punya Bunda gak sekolah” gumamku marah. Aku kesal karena Bundaku lupa dengan Pr yang sudah susah-susah aku kerjakan. Aku minta izin keluar dan segera menelpon bundaku.
“Iyaa Naa, ada apa?” Jawab Bundaku di ujung telpon.
“Bunda lupa sama Pr Naa yaa, bunda gak tahu sih tadi malam Naa begadang buat ngerjain Pr itu, kalau sekarang gak dikasihin sama Bu Guru, Naa gak dapat nilai trus gak naik kelas kalau sampai Naa gak naik kelas itu gara-gara Bunda ya, kalau tau bakalan kayak gini mending Naa gak masuk aja dari tadi, atau sekalian Pr-nya gak Naa kerjaiin, Bunda sengaja ya mau bikin Naa gak naik kelas biar kita sama, Naa gak mau sama kaya Bunda. Naa mau pintar gak mau bodoh kayak Bunda, aku gak mau punya anak tanpa ayah sama kayak bunda”
“Naa, bunda minta maa…”
Tuuuttt… tuuuttt… Aku menutup telponnya setelah puas melimpahkan kekesalanku dengan Bundaku. Aku tak peduli bagaimana dengan keadaan bundaku di rumah.

Hari itu aku tidak masuk kelas lagi, aku bolos dengan beberapa temanku. Kami pergi ke pantai dekat dengan sekolahku. Kami di pantai sampai sore, malam ini aku juga tidak pulang ke rumah aku menginap di rumah temanku. HPku ku matikan agar tak ada gangguan dari siapapun.

Esoknya aku pulang ke rumahku dengan perasaan puas karena telah melampiaskan kekesalanku kepada bundaku. Sesampainya aku di rumah aku berharap bundaku akan meminta maaf kepadaku.
Namun apa yang aku dapatkan sangat berbeda sekali dengan apa yang aku harapkan. Entah mengapa banyak orang yang berada di rumahku. Aku bingung namun aku tetap masuk ke rumahku. Pandangan semua orang menuju kepadaku, ada apa gerangan pikirku.
“dari mana saja kamu!” Tanya pamanku padaku.
“Suka-suka aku dong, kaki aku ini, ngapain kalian di rumahku, pulang sana!” jawabku marah.
“KAMUUU!” jawab pamanku lagi sambil mengepalkan tangaannya.
“Yandi, sudah! dia masih anak-anak” sebuah suara lirih menyehut dari dalam kamar Bundaku. Aku menjulurkan lidahku memperolok pamanku.

Aku masuk ke kamar bundaku, aku berharap bundaku akan meminta maaf karena telah membuatku ketinggalan Pr-ku. Namun tak ku temui bundaku di kamar itu yang ada hanya Nenek-ku dan beliau menyerahkan sebuah surat padaku.
“Ibumu pergi Naa, sebaiknya kamu baca surat darinya” ucap nenekku sambil membelai lembut rambutku.

Dear anakku yang ku sayangi..
Maaf Naa, bunda gak bisa jadi bunda yang baik buat kamu. bunda juga minta maaf gara-gara bunda Pr Naa telat dikumpulnya.. bunda sudah antar Pr Naa ke sekolah, bunda juga sudah ngomong sama Guru Ekonomi Naa, dan dia mau nerima Pr Naa. Bunda nyesaalll banget Naa, gara-gara bunda juga Naa jadi dimarahin sama bu Guru coba Bunda bangunin Naa lebih pagi..? masalah Naa gak punya ayah itu gak bener Naa, ini Bunda pergi ke Semarang buat jemput ayah Naa. Nanti bunda kenalin sama ayah kalau Naa sudah gede. Mungkin Naa bisa mengerti kenapa bunda gak pernah ngasih tau Naa tentang ayah Naa. Bunda sudah nitipin Naa sama nenek, makanan buat seminggu ke depan juga sudah bunda siapin. Baik-baik sama nenek yaa Naa! Bunda sayaaanggg Naa..
Ciuman sayang dari bundamu ..:*
“Emang ayah Naa kenapa nek koq bunda gak pernah ngasih tau Naa” tanyaku perlahan pada nenekku.
“Ayah Naa sakit makanya dirawat di rumah sakit” jawab nenekku.
“Trus kok di rumah rame nek, mau nyambut kepulangan ayah yaa..”
“Nanti Naa juga tau” jawab nenekku singkat.
Malam ini aku tak bisa tidur nyenyak aku mengingat bundaku. Aku tidur ditemani nenekku.
“Naa, Naa sayang gak sama bundanya?” Tanya nenekku.
“Gak nek soalnya bunda gak pernah ngasih tau Naa siapa ayah Naa, Naa kan malu diejek sama teman-teman” jawabku.
“Naa mau nenek ceritain gak tentang ayah Naa?”
“Mau nek..” jawabku mantaapp.
“Ayah Naa itu seorang pelaut makanya ayah Naa jarang pulang, ayah Naa mengemudikan sebuah kapal besar. Ayah Naa sering keluar negeri”
“Artinya ayah pernah ke Eropa dong Nek” sahutku dengan penuh kekaguman.
“Iya Naa, ayah Naa juga sudah keliling Dunia, ayah Naa lelaki yang sangat hebat”
“Trus kenapa ayah gak pernah nengok Naa nek”
“Mungkin Naa udah lupa ayah Naa sering gendong Naa waktu Naa kecil”
“Trus kenapa ayah sekarang gak pernah nemuin Naa lagi nek?”
“Naa, semua hal gak selalu berjalan baik, suatu hari kapal ayah Naa dihantam badai besar dan ayah Naa menghilang ditelan lautan, sampai kemarin ada yang nelpon Bunda Naa katanya ayah Naa ditemukan di daerah Semarang, ayah Naa hilang ingatan sehingga harus dijemput, Bunda Naa langsung pergi jemput ayah Naa kesana,”
“trus kenapa di rumah ada tahlilan nek?”
“Untuk itu Naa harus sabaaarr ya sayang”
Aku berlari menuju nisan Bundaku. Aku menangis sejadi-jadinya di depan nisan itu berkali-kali ku ciumi benda putih itu tanpa bisa berkata apa-apa. Kata-kata nenekku malam masih membekas di hatiku. Nenekku juga menitipkan sebuah buku harian Bundaku kepadaku. “Bundamu kecelakaan sepulangnya dari mengantarkan Pr mu ke sekolah Naa, karena bundamu harus lekas ke bandara untuk pergi menyempatkan pesawat yang dipesannya, karena tergesa-gesa mobil bundamu menabrak tiang listrik, sehingga menyebabkan pendarahan yang sangat hebat di kepalanya”
“kenapa gak nunggu Naa nek?” jawabku terisak.
“Naa ditunggu beberapa jam gak datang, dihubungin gak aktif, trus ke sekolah gak masuk sedangkan darah yang mengalir di kepala bundamu gak berhenti makanya kami dari pihak keluarga memutuskan untuk memakamkannya segera, maafkan nenek Naa”
Cerita itu masih membekas di kepalaku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan malam itu.
“Ini Naa nenek menemukan diary ini di lemari bundamu”
Aku buka lembar diary itu satu persatu dan aku menemukan jawaban semua pertanyaanku.
Aku kecewa kenapa anakku sendiri harus begitu marahnya padaku. Aku gak memberitahu siapa ayahnya karena aku takut dia malu karena ayahnya seorang yang terkena gangguan jiwa. Aku takut dia malu, biarlah aku yang menanguung sakit hati ini asalkan dia bisa tersenyum sepanjang hari, itu sudah cukup mengobati sakit hatiku…
Hari ini aku bersikap tegas terhadap Naa, bukan karena aku tak sayang padanya tapi aku ingin dia lebih dewasa dalam menjalani hidupnyya, aku ingin dia lebih teratur lagi…
Cukuplah aku yang kecewa karena tak mendapatkan apa yang aku inginkan asalkan Naa mendapatkan semuanya.
Ku peluk buku kecil itu namun itu tak bisa menggantikan Bundaku yang teramat hebat. 17 tahun aku membenci Bundaku, namun seumur hidupku harus ku relakan untuk menyesali kebencianku kepadanya. Yaa, aku sangat menyesali apa yang telah aku lakukan dulu sampai saat ini dan itu karena aku kehilangannya.
 

 


 

0 komentar: